juga tak putih dan bercahaya bagai bulan purnama
adalah buah dari kearifan dan kemulyaan
Sungguh, jika mereka tau siapa dia, pasti tak akan pernah bisa berhenti
mengaguminya, yah.. Rosul Allah yang paling mulia yang selalu menggoreskan
tinta-tinta peradaban, membekas dalam hati tinggalkan jejak sampai mati, tak
ada satu manusiapun yang serupa dengannya, jika aku yang mencintai, beliau
banyak yang mencintai, jika aku yang mengidamkan, kesempurnaanya yang menjadi
idaman.
Tragis. Ketika ku lihat anak-anak muda berbondong-bondong, merelakan orang
lain, mengorbankan diri mereka untuk pergi, untuk bisa bertemu dengan orang
yang mereka sukai, untuk orang yang mereka gilai, lantas yang terpikir oleh ku,
apa yang orang-orang itu bisa hingga mereka mendapat cinta dari segerombol para
pemuda ini? Suara yang indah? Kebanyakan
dari para pemuda memang mengagumi suara-suara itu, tapi suara yang mungin indah
itu, mengeluarkan kata-kata yang tak berarti, kata-kata penghinaan, kata-kata
yang bisa mempengaruhi orang lain untuk berbuat jahat, mempengaruhi orang lain
untuk berbuat tidak baik. Jika harus dibandingkan dengan Rosul, aku tak
terbayang harus berjalan berapa meterkah untuk mengukur perbandingan yang
sangat jauh itu
Aku dilahirkan menjadi seorang perempuan, yang biasanya seorang perempuan
itu memiliki suara yang halus dan lembut, benar sekali. Banyak orang yang bilang
kalau suara perempuan itu lebih indah dari suara laki-laki yang besar, serak,
kadang kasar. Aku pun seperti itu adanya, suara kecil nan lembut, ditambah
pribadi ku yang pendiam, yang kadang enggan untuk berbicara dan bergaul. Sangat
mendukung sekali bila banyak orang yang memintaku untuk membesarkan volume
suara.
Suatu saat aku perhatikan ruangan sekitar rumah, setelah ku merebah dari
kelelahan. Ku arahkan pandangan kepada tumpukan buku yang besar-besar itu.
Dalam kesederhanaan pun Papah, menabung untuk membeli buku-buku mahal itu.
Tertuju mataku pada suat buku yang cukup menarik namun tak asing ku lihat
rangkaian kata judul buku itu. Beberapa lembar buku itu aku baca, ada daya
tarik sendiri untuk aku membacanya terus menerus hingga selesai. Namun dipertengahan
jalan aku mulai merenung. Aku terdiam sejenak, sambil menghela nafas panjang
dan kerutan dikening, ku coba beranjak dan mengamati anak-anak yang bermain
dipinggiran rumah itu, “apakah mereka mengenang Rosul?” Tanya ku dalam hati.
Aku yakin mereka tahu kelebihan-kelebihan dan Rasul miliki, dan beribu alasan
Rasul untuk dikagumi, aku yakin anak-anak lugu ini pasti telah mengetahuinya,
apa lagi kita? Yang sudah jelas memiliki samudra ilmu yang sangat luas, tapi
akan kah anak-anak ini, dan kita bisa mengangumi bahkan mencintai Rosul seperti
para Sahabat? Bahkan betapa besar cinta mereka kepada Rasul, mereka berani mati
demi beliau.
Jangankan anak-anak muda yang bergerombol itu, juga anak-anak kecil lugu
yang sedang bermain itu, aku sendiri jika sedang mengagumi, pasti aku pernah
melihatkan pada suatu waktu tertentu seorang itu, dan aku melihat dan mendengar
sebuah alasan-alasan dan sebab-sebab yang mengakibatkan aku ingin mengaguminya.
Sementara Rosul? Aku hanya bisa mendengar dongeng kuno tentang ketampanan yang
tiada banding, tentang kekuatan dan keberanian di medan perang, tentang
kelembutan dan keramahan didalam dan diluar rumah, aku sama sekali tidak bisa
melihat. Modal aku bisa mengaguminya hanya membaca membaca dan membaca.
Dan itu aku, bagaimana dengan orang lain? Akankah mereka bisa mengagumi
Rosul dengan cara ku? Mata mereka pun sudah terlalu benci dengan buku-buku yang
tebal, bahkan tak bisa mereka berkeinginan untuk menyentuk buku-buku itu. Andai
mereka tahu tak cukup waktu untuk menghitung setiap biji beras dalam sebuah
karung, seperti itu lah kekaguman yang muncul, aku tak bisa mengutarakan betapa
aku sungguh mengagumi beliau, bahkan tak semua aku tahu tentangnya. Dan jika
mereka tahu, merekapun pasti akan bersikap sama dengan ku.
Orang yang sangat dicintai memang begitu adanya, kesempurnaan tiada batas
membalut semua permukaan bayangan tentangnya, tak ada yang cacat. Mengapa
tidak? Ketika Rosul masih kecil Jibril mensucikan hatinya, agar tak bernoda,
dan Sungguh sucinya hati Rosulullah, yang tawanya adalah senyum, kerendahan
hati selalu terpancar dari wajahnya yang tampan itu.
Hari yang diselimuti kegelapan datang, terlihat sesosok pria berbalut kain
merah, indah mata memandang, malam itu bulan pun menerangi malam ini, dan
keindahan pria itu melebihi keindahan bulan dimalam itu. Sungguh indah tak
terbayangkan.
Ada syair tua yang menggambarkan keindahan Rosul. Ku kutip dari sebuah
buku, yaitu syair milik Abu Kabir al-Hudzali
Jika aku melihat keringat yang ada diwajahnya
Ia bersinar bagaikan kilat yang melintas
Dan dalam syair karya Zuhair bin Abi Sulma
Jikalau engkau bukan seorang manusia
Niscaya engkaulah yang bersinar pada malam purnama
Itulah Rosul, bermimpi namun itu hanya mimpi, tuk mengubahnya menjadi
sebuah kenyataan, untuk hal ini merupakan suatu hal yang mustahil.menghadirkan
sosok seperti Rosul, apalagi di zaman ini, sungguh hanya butiran mimpi yang
berterbangan oleh angin sunyi.
Banyak kata-kata kagum yang mengiringi langkah Rosul, banyak pula
penghinaan yang beliau terima. Tapi orang-orang itu, bukan alasan membenci
Rosul, tapi tak terima dengan ajaran yang beliau bawa. Jadi sebenarnya tidak
ada yang membenci beliau, semua orang mencintainya, tapi kenapa orang-orang
zaman ini tak mampu menanamkan perasaan itu?
Jika memang benci, itu karena wahyu yang Rosul bawa. Pantas, kekaguman mata
yang melihat, tapi wahyu hanya hati yang menerima. Hati mereka yang menbenci
ajaran islam, telah kotor, hingga tak ada celah yang bisa masuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar