Pengertian Hadits Hadits atau Al-hadits menurut bahasa yang artinya
sesuatu yang baru lawan dari Al-Qodim(lama). Artinya yang berati
menunjukan waktu yang dekat atau waktu yang singkat
Hadits juga sering disebut dengan Al-Khobar, yang berarti berita,
yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang ke orang lain,
sama maknanya dengan Hadits.
Hadits dengan pengertian khobar sebagaimana tersebut diatasdapat
dilihat pada beberapa ayat Alquran : “Maka hendaklah mereka mendatangkan
kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang
benar.(Al-Thur(52):34).
Demikian pula dapat dilihat pada Hadits berikut:
“Hampir-hampir ada seorang
diantara kamu yang akan mengatakan “ini kitabAllah” apa yang halal di dalamnya
kami halalkan dan apa yang haram didalamnya kami haramkan. Ketahuilah barang
siapa yang smpai kepadanya suatu hadits dariku kemudian ia mendustakanya,
berarti ia telah mendustakan tiga pihak, yakni Allah, rasul dan orang yang
menyampaikan hadits tersebut”.
Sedangkan menurut Istilah (terminology) Sebagian
muhaditsin berpendapat hadits mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas ; tidak
terbatas kepada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW (Hadits
Marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat
(Hadits Mauquf) dan tabi’in( hadits
maqtu’) sebagaimana disebutkan Al-Tirmidzi:
“Bahwasanya Hadits itu bukan
hanya untuk sesuatu yang marfu’ yaitu sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi SAW; melainkan bias juga untuk sesuatu yang mauquf’
yang disandarkan kepada sahabat ; dan kepada yang maqtu‟ yaitu yang disandarkan
kepda tabi’in;
Sementara para ulama ushul
memberikan pengertian hadits adalah:
“Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan
dengan hukum syara‟ dan ketetapanya”.
Berdasarkan pengertian
hadits menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadits adalah sesuatu yang bersumber
dari Nabi SAW baik Ucapkan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum
atau ketentuan ketentuan Allah yang disyari‟atkan kepada manusia. Selain itu tidak bisa dikatakan
Hadits. Ini berarti bahwa ahli ushul membedakan diri Muhammad sebagai rasul dan
sebagai manusia biasa. Yang dikatakan hadits adalah sesuatu yang berkaitan
dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Muhammad Saw sebagai Rasullullah.
Ini pun, menurut mereka harus berupa ucapan dan perbuatan beliau
serta ketetapan ketetapannya. Sedangkan kebiasaan kebiasaan, tata cara
berpakaian, cara tidu dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan sifat
kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai Hadits. Dengan demikian,
pengertian hadits menurut ahli ushul lebih sempit disbanding dengan pengertian
hadits menurut ahli hadits.
B. Pengertian Sunnah Menurut bahasa sunnah berarti
“Jalan yang terpuji dan atau
yang tercela.”
dalam hadits Rasulullah Saw,dikatakan:
“Barang siapa melakukan sesuatu perbuatan yang baik, ia akan
mendapatkan Fahala (dari perbuatanya itu dan Fahala orang yang menirunya
setelah dia, dengan tidak dikurangi sedikitpun. Dan barang siapa melakukan
perbuatan yang jelek, ia akan menanggung dosanya dan dosa orang orang yang
menirukanya, dengan tidak dikurangi dosanya sedikitpun.”(HR Muslim).
Dalam hadits lain Rasullullah Saw
Bersabda:
“Sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan atau perbuatan orang orang
sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga
meskipun mereka memasuki lubang biawak, niscaya kamu akan mengikuti mereka.
Kami( para sahabat) bertanya: “ya Rasullullah SAW apakah mereka itu yahudi dan
Nasrani?” Beliau Menjawab :” Lantas Siapa lagi..?” HR Bukhori).
Dalam QS al-kahfi(18):55
Allah berfirman:
“ dam tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman,
ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan dari memohon ampun kepada
Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlalu
pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata.
Dalam surat al-isra‟(17):77 Allah
berfirman:
“ (kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap
Rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati
perobahan bagi ketetapan Kami itu.
Bila kata sunnah disebutkan
dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara’ ,
maka yang dimaksudkan tiada lain kecuali segala sesuatu yang diperintahkan,
dilarang, atau dianjurkan oleh Rasullullah SAW, Baik berupa perkataan
,Perbuatan
maupun ketetapannya. Dan apabila
dalam dalil hukum Syara’ disebutkan al-kitab dan al- sunnah, berarti yang dimaksud adalah Alquran
dan Al-Hadits.
Sedang sunnah menurut
istilah, dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan
karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan sudut pandang masing masing
terhadap diri Rasullullah SAW Secara garis besarnya mereka terkelompok menjadi
tiga golongan ; Ahli Hadits, Ahli ushul, dan Ahli Fiqh.
Pengertian Sunnah menurut
ahli hadits adlah :
“Segala yang bersumber dari Nabi SAW Baik Berupa Perkataan,
perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum
diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya”.
Jadi dengan definisi
tersebut,para ahli hadits menyamakan antara sunnah dengan hadits. Tampaknya
para ahli hadits membawa makna sunnah ini kepada seluruh kebiasaan Nabi SAW,
baik yang melahirkan hukum syara’ maupun tidak. Hal ini terlihat dari definisi yang diberikan
mencakup tradisi nabi sebelum masa terutusnya sebagai Rasul.
Akan tetapi bagi ulama
ushuliyyin jika antara hadits dan sunnah dibedakan; maka bagi mereka, hadits
adalah sebatas sunnah qouliyah-nya Nabi SAW saja. Ini berarti, sunnah cakupanya
lebih luas disbanding hadits, sebab sunnah mencakup perkataan, perbuatan dan
penetapan (taqrir) Rasul, yang bisa dijadikan dalil hukum
syar’i.
Mereka mendefinisikan sunnah
sebagaimana diatas, karena mereka memandang diri Rasul sebagai uswatun hasannah
(contoh ataupun tauladan yang baik). Oleh karenanya, mereka menerima secara
utuh segala yang diberikan tentang diri Rasul Saw.
Tanpa membedakan apakah yang diberikan itu berhubungan hukum
syara’ atau tidak.
Pendapat tersebut didasarkan kepada firman Allah SWT.dalam QS
Al-Ahzab (33):21
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Dalam QS Al-Syura(42):52-53
juga disebutkan:
“…….dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada
jalan yang lurus. (QS Al- Syura(42):52).“(yaitu) jalan Allah ……(QS
Al-Syura(42): 53).
Dengan demikian berpegang teguh kepada alquran
dan sunah nabi akan menjamin seseorang terhindar dari kesesatan. Sebagaimana
hadits Rasul yang diriwayatkan dari abu hurairah:
“Aku tingkalkan kepada kalian dua perkara.kalian tidak akan
tersesat setelah(berpegang) pada keduanya, yaitu kitab Allah dan SunnahKu”.(HR
Hakim).
Lebih jauh lagi, apabila
sunnah disamakan dengan Hadits berarti tidak terbatas pada apa yang disandarkan
kepada nabi saja, tetapi juga termasuk segala sesuatu yang disandarkan kepada
sahabat dan tabi‟in . Ini berarti, pengertian sunnah bagi mereka sama dengan
pengertian hadits sebagaimana disebutkan terdahulu.
Berbeda dengan ahli hadits , ahli ushul mengatakan, sunnah adalah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Saw
yang berhubungan dengan hukum syara’,
baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir beliau. Berdasarkan pemahaman
seperti ini, mereka mendefinisikan sunnah sebagai berikut:
“Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW selain Alquran Al-
Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas untuk
dijadikan dalil bagi hukum syara’.
Definisi ahli ushul ini
membatasi pengertian sunnah hanya pada segala sesuatu yang bersumber dari nabi,
baik perkataan,perbuatan maupun taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara‟.
Dengan demikian, sifat,prilaku, Sejarah hidup,dan segala yang bersumber dari
NabiSAW yang tidak berkaitan dengan hukum syara‟ dan terjadi sebelum diangkat
menjadi rasul tidak dikatakan sunnah. Demikian pula tidak dikatakan sunnah
segala yang bersumber dari sahabatdan tabi‟in, baik perkataan, perbuatan,
maupun ketetapan ketetapanya.
Pemahaman ahli ushul
terhadap sunnah sebagaimana tersebut diatas, didasarkan pada argumentasi
rasional bahwa Rasullullah SAW. Sebagai pembawa dan pengatur undang-undang yang
menerangkan kepada manusia tentang dutsur al-hayat (undang-
undang hidup) dan menciptakan kerangka dasar bagi mujtahid yang hidup
sesudahnya. Hal-hal yang tidak mengandung misi seperti ini tidak dapat
dikatakan sunnah dan oleh karenanya ia tidak dapat dijadikan sumber hukum yang
mengikat.
Sedangkan sunnah menurut ahli fiqih sebagai merikut:
“Segala ketetapan yang berasal dari nabi SAW selain yang
difardlukan dan diwajibkan dan termasuk hukum(taklifi) yang lima.
Ulama ahli Fiqh mendefinisikan sunnah seperti ini karena mereka
memusatkan pembahasan tentang pribadi dan
prilaku Rasulullah SAW. Pada perbuatan perbuatan yang melandasi hukum syara‟,
untuk diterapkan pada perbuatan manusia pada umumnya, baik yang wajib, haram,
makruh,mubah, maupun sunnat. Ini memang tidak dapat dilepaskan dari dasar hukum
menurut mereka,yaitu hukum syara‟yang lima. Oleh karena itu, apabila mereka
berkata, perkara ini sunnat‟, maksudnya mereka memandang bahwa pekerjaan itu
mempunyai nilai syari‟at yang dibebankan oleh Allah SWT kepada setiap orang
yang baligh dan berakal dengan tuntutan yang tidak mesti. Dengan katalain,
tidak fardlu dan tidak wajib (menurut ulama hanafiyah) dan tidak wajib ( menurut
ulama fiqih lainya).
C. Pengertian Khabar dan Atsar Khabar
Menurut
bahasa serupa dengan makna hadits yakni
segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada oranglain. Sedang
pengertian khabar menurut istilah, antara ulama satu dengan ulama lainya
berbeda pendapat. Menurut ulama ahli hadits, sama artinya dengan hadits,
keduanya dapat dipakai untuk sesuatu marfu’,
mauquf’, dan maqhtu’, mencakup
segala yang datang dari Nabi SAW, sahabat dan tabi’in,
baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapanya.
Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang dating
selain dari Nabi SAW, sedang yang datang dari nabi SAW disebut Hadits. Ada juga
yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dan lebih luas dari pada khabar,
sehingga tiap hadits bisa dikatakan Khabar, tetapi tidak setiap khabar
dikatakan hadits.
Adapun Atsar menurut pendekatan bahasa sama pula artinya dengan
khabar, hadits, dan sunnah.
Sedangkan atsar menurut istilah terjadi perbedaan pendapat diantara
pendapat para ulama. Sedangkan menurut istilah:
“Yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat, dan boleh
juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW”
Jumhur ulama mengatakan bahwa atsar sama dengan khobar, yaitu
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat,dan tabi’in.
Sedangkan menurut ulama khurasan bahwa atsar untuk yang maukuf dan khabar untuk
yang marfu‟.
Dari keempat pengertian
tentang Hadits, sunnah khabar dan atsar sebagaimana diuraikan diatas, dapat
ditarik satu pengertian bahwa keempat istilah tersebut pada dasarnya memiliki
kesamaan maksud yaitu segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa
perkataan, Perbuatan, maupun taqrirnya.
D. Pengertian hadits Qudsiy
Rasul SAW kadang menyampaikan kepada para sahabat nasehat-nasehat
dalam bentuk wahyu, akan tetapi wahyu tersebut bukanlah bagian dari ayat Alquran.
Itulah yang bisa disebut juga dengan Hadits Ilahy atau Hadits Rabbany.
Yang dimaksud dengan Hadits Qudsy yaitu:
“Setiap Hadits yang Rasul menyandarkan perkataanya kepada Allah
„Azza wa Jalla.”
Pengertian lain yang semakna
dengan pengertian diatas adalah “Sesuatu yang dikhabarkan Allah Ta‟ala kepada
Nabinya dengan melalui Ilham atau impian yang kemudian Nabi menyampaikan makna
dari ilham tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.”
Jumlah Hadits Qudsiy ini
menurut syihab Al-Din ibn Hajar Al-Haitami dalam “kitab Syarah Arba‟in
Al-Nawawiyah” tidak cukup banyak, yaitu berjumlah lebih dari seratus hadits.
Hadits Qudsiy ini biasanya
bercirikan sebagai berikut:
a.
Ada redaksi hadits qola/yaqulu Allahu.
b.
Ada redaksi fi ma rowa/yarwihi ‘anillahi tabaroka wa ta’ala.
c.
Dengan redaksi lain yang semakna dengan redaksi diatas, setelah
selesai penyebutan rawi yang menjadi sumber pertamanya yakni sahabat. Bila
tidak ada tanda tanda demikian, biasanya termasuk ahadits nabawi
Dari abi dzar, dari Nabi SAW, Allah SAW
berfirman : “Wahai hamba hambaku, sungguh aku mengharamkan kedzaliman
kepadaku,(oleh karena itu) aku menjadikanya diantara kamu sekalian hal hal yang
diharamkan, maka dari itu janganlah kalian pada berbuat dzalim...”(HR Muslim).
Perbedaan Hadits Qudsiy dengan Alquran:
a.
Semua lafadz Alquran adalah mutawatir, terjaga dari perubahan dan
penggantian karena ia mukjizat, sedang Hadits Qudsy tidak demikian.
b.
Ada larangan periwayatan Alquran dengan makna, sementara hadits
tidak.
c.
Ketentuan hukum bagi Alquran tidak berlaku bagi hadits Qudsiy,
seperti larangan membacanya bagi orang yang sedang berhadats, baik kecil maupun
besar.
d.
Dinilai ibadah bagi yang membaca Alquran sementara pada hadits
Qudsiy tidak demikian.
e.
Alquran bisa dibaca untuk sholat sementara hadits Qudsiy tidak berlaku
demikian.
f.
Proses pewahyuan ayat ayat Alquran dengan Makna dan lafadz yang
jelas jelas dari Allah, sedangkan hadits Qudsiy maknanya dari Allah sementara
lafadznya dari nabi sendiri.
Sumber:
Sumber:
Hassan, A. (2007). Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: cv
penerbit diponegoro.
Nuruddin. (1994). Ulum AAl- Hadits 2. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Suparta, M. (2011). Ilmu Hadis. Jakarta Utara: PT Raja
Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar