Minggu, 12 Januari 2014

HADITS, SUNNAH, KHABAR ATSAR DAN HADITS QUDSIY

Pengertian Hadits Hadits atau Al-hadits menurut bahasa yang artinya sesuatu yang baru lawan dari Al-Qodim(lama). Artinya yang berati menunjukan waktu yang dekat atau waktu yang singkat
Hadits juga sering disebut dengan Al-Khobar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang ke orang lain, sama maknanya dengan Hadits.
Hadits dengan pengertian khobar sebagaimana tersebut diatasdapat dilihat pada beberapa ayat Alquran : “Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.(Al-Thur(52):34). 

Demikian pula dapat dilihat pada Hadits berikut:
 “Hampir-hampir ada seorang diantara kamu yang akan mengatakan “ini kitabAllah” apa yang halal di dalamnya kami halalkan dan apa yang haram didalamnya kami haramkan. Ketahuilah barang siapa yang smpai kepadanya suatu hadits dariku kemudian ia mendustakanya, berarti ia telah mendustakan tiga pihak, yakni Allah, rasul dan orang yang menyampaikan hadits tersebut”.  
Sedangkan menurut Istilah (terminology) Sebagian muhaditsin berpendapat hadits mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas ; tidak terbatas kepada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW (Hadits Marfu) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (Hadits Mauquf) dan tabiin( hadits maqtu) sebagaimana disebutkan Al-Tirmidzi:
 “Bahwasanya Hadits itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW; melainkan bias juga untuk sesuatu yang mauquf yang disandarkan kepada sahabat ; dan kepada yang maqtu‟ yaitu yang disandarkan kepda tabiin;
 Sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadits adalah: 
“Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara‟ dan ketetapanya”.
 Berdasarkan pengertian hadits menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadits adalah sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik Ucapkan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan ketentuan Allah yang disyari‟atkan  kepada manusia. Selain itu tidak bisa dikatakan Hadits. Ini berarti bahwa ahli ushul membedakan diri Muhammad sebagai rasul dan sebagai manusia biasa. Yang dikatakan hadits adalah sesuatu yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Muhammad Saw sebagai Rasullullah.
Ini pun, menurut mereka harus berupa ucapan dan perbuatan beliau serta ketetapan ketetapannya. Sedangkan kebiasaan kebiasaan, tata cara berpakaian, cara tidu dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai Hadits. Dengan demikian, pengertian hadits menurut ahli ushul lebih sempit disbanding dengan pengertian hadits menurut ahli hadits.          
B. Pengertian Sunnah Menurut bahasa sunnah berarti
 “Jalan yang terpuji dan atau yang tercela.”
dalam hadits Rasulullah Saw,dikatakan:
“Barang siapa melakukan sesuatu perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan Fahala (dari perbuatanya itu dan Fahala orang yang menirunya setelah dia, dengan tidak dikurangi sedikitpun. Dan barang siapa melakukan perbuatan yang jelek, ia akan menanggung dosanya dan dosa orang orang yang menirukanya, dengan tidak dikurangi dosanya sedikitpun.”(HR Muslim).
Dalam hadits lain Rasullullah Saw Bersabda: 
“Sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan atau perbuatan orang orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga meskipun mereka memasuki lubang biawak, niscaya kamu akan mengikuti mereka. Kami( para sahabat) bertanya: “ya Rasullullah SAW apakah mereka itu yahudi dan Nasrani?” Beliau Menjawab :” Lantas Siapa lagi..?” HR Bukhori).
 Dalam QS al-kahfi(18):55 Allah berfirman:
“ dam tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan dari memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlalu pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata.
 Dalam surat al-isra‟(17):77 Allah berfirman:
“ (kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap Rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perobahan bagi ketetapan Kami itu.
 Bila kata sunnah disebutkan dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara , maka yang dimaksudkan tiada lain kecuali segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, atau dianjurkan oleh Rasullullah SAW, Baik berupa perkataan ,Perbuatan
maupun ketetapannya. Dan apabila dalam dalil hukum Syara disebutkan al-kitab dan al- sunnah, berarti yang dimaksud adalah Alquran dan Al-Hadits.
 Sedang sunnah menurut istilah, dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan sudut pandang masing masing terhadap diri Rasullullah SAW Secara garis besarnya mereka terkelompok menjadi tiga golongan ; Ahli Hadits, Ahli ushul, dan Ahli Fiqh.
 Pengertian Sunnah menurut ahli hadits adlah :
“Segala yang bersumber dari Nabi SAW Baik Berupa Perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya”.
 Jadi dengan definisi tersebut,para ahli hadits menyamakan antara sunnah dengan hadits. Tampaknya para ahli hadits membawa makna sunnah ini kepada seluruh kebiasaan Nabi SAW, baik yang melahirkan hukum syara maupun tidak. Hal ini terlihat dari definisi yang diberikan mencakup tradisi nabi sebelum masa terutusnya sebagai Rasul.
 Akan tetapi bagi ulama ushuliyyin jika antara hadits dan sunnah dibedakan; maka bagi mereka, hadits adalah sebatas sunnah qouliyah-nya Nabi SAW saja. Ini berarti, sunnah cakupanya lebih luas disbanding hadits, sebab sunnah mencakup perkataan, perbuatan dan penetapan (taqrir) Rasul, yang bisa dijadikan dalil hukum syari.
 Mereka mendefinisikan sunnah sebagaimana diatas, karena mereka memandang diri Rasul sebagai uswatun hasannah (contoh ataupun tauladan yang baik). Oleh karenanya, mereka menerima secara utuh segala yang diberikan tentang diri Rasul Saw. Tanpa membedakan apakah yang diberikan itu berhubungan hukum syara atau tidak.
Pendapat tersebut didasarkan kepada firman Allah SWT.dalam QS Al-Ahzab (33):21  
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
 Dalam QS Al-Syura(42):52-53 juga disebutkan:
“…….dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS Al- Syura(42):52).“(yaitu) jalan Allah ……(QS Al-Syura(42): 53).
Dengan demikian berpegang teguh kepada alquran dan sunah nabi akan menjamin seseorang terhindar dari kesesatan. Sebagaimana hadits Rasul yang diriwayatkan dari abu hurairah:
“Aku tingkalkan kepada kalian dua perkara.kalian tidak akan tersesat setelah(berpegang) pada keduanya, yaitu kitab Allah dan SunnahKu”.(HR Hakim).
 Lebih jauh lagi, apabila sunnah disamakan dengan Hadits berarti tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada nabi saja, tetapi juga termasuk segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabi‟in . Ini berarti, pengertian sunnah bagi mereka sama dengan pengertian hadits sebagaimana disebutkan terdahulu.
Berbeda dengan ahli hadits , ahli ushul mengatakan, sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Saw yang berhubungan dengan hukum syara, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir beliau. Berdasarkan pemahaman seperti ini, mereka mendefinisikan sunnah sebagai berikut:
“Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW selain Alquran Al- Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum syara’.
 Definisi ahli ushul ini membatasi pengertian sunnah hanya pada segala sesuatu yang bersumber dari nabi, baik perkataan,perbuatan maupun taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara‟. Dengan demikian, sifat,prilaku, Sejarah hidup,dan segala yang bersumber dari NabiSAW yang tidak berkaitan dengan hukum syara‟ dan terjadi sebelum diangkat menjadi rasul tidak dikatakan sunnah. Demikian pula tidak dikatakan sunnah segala yang bersumber dari sahabatdan tabi‟in, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan ketetapanya.
 Pemahaman ahli ushul terhadap sunnah sebagaimana tersebut diatas, didasarkan pada argumentasi rasional bahwa Rasullullah SAW. Sebagai pembawa dan pengatur undang-undang yang menerangkan kepada manusia tentang dutsur al-hayat (undang- undang hidup) dan menciptakan kerangka dasar bagi mujtahid yang hidup sesudahnya. Hal-hal yang tidak mengandung misi seperti ini tidak dapat dikatakan sunnah dan oleh karenanya ia tidak dapat dijadikan sumber hukum yang mengikat.
Sedangkan sunnah menurut ahli fiqih sebagai merikut:
“Segala ketetapan yang berasal dari nabi SAW selain yang difardlukan dan diwajibkan dan termasuk hukum(taklifi) yang lima.
Ulama ahli Fiqh mendefinisikan sunnah seperti ini karena mereka memusatkan pembahasan tentang pribadi dan prilaku Rasulullah SAW. Pada perbuatan perbuatan yang melandasi hukum syara‟, untuk diterapkan pada perbuatan manusia pada umumnya, baik yang wajib, haram, makruh,mubah, maupun sunnat. Ini memang tidak dapat dilepaskan dari dasar hukum menurut mereka,yaitu hukum syara‟yang lima. Oleh karena itu, apabila mereka berkata, perkara ini sunnat‟, maksudnya mereka memandang bahwa pekerjaan itu mempunyai nilai syari‟at yang dibebankan oleh Allah SWT kepada setiap orang yang baligh dan berakal dengan tuntutan yang tidak mesti. Dengan katalain, tidak fardlu dan tidak wajib (menurut ulama hanafiyah) dan tidak wajib ( menurut ulama fiqih lainya).
C. Pengertian Khabar dan Atsar Khabar
Menurut bahasa serupa dengan makna hadits yakni segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada oranglain. Sedang pengertian khabar menurut istilah, antara ulama satu dengan ulama lainya berbeda pendapat. Menurut ulama ahli hadits, sama artinya dengan hadits, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu marfu, mauquf, dan maqhtu, mencakup segala yang datang dari Nabi SAW, sahabat dan tabiin, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapanya.
Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang dating selain dari Nabi SAW, sedang yang datang dari nabi SAW disebut Hadits. Ada juga yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dan lebih luas dari pada khabar, sehingga tiap hadits bisa dikatakan Khabar, tetapi tidak setiap khabar dikatakan hadits.
Adapun Atsar menurut pendekatan bahasa sama pula artinya dengan khabar, hadits, dan sunnah.
Sedangkan atsar menurut istilah terjadi perbedaan pendapat diantara pendapat para ulama. Sedangkan menurut istilah:
“Yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat, dan boleh juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW”
Jumhur ulama mengatakan bahwa atsar sama dengan khobar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat,dan tabiin. Sedangkan menurut ulama khurasan bahwa atsar untuk yang maukuf dan khabar untuk yang marfu‟.
  Dari keempat pengertian tentang Hadits, sunnah khabar dan atsar sebagaimana diuraikan diatas, dapat ditarik satu pengertian bahwa keempat istilah tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan maksud yaitu segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, Perbuatan, maupun taqrirnya.
D. Pengertian hadits Qudsiy
Rasul SAW kadang menyampaikan kepada para sahabat nasehat-nasehat dalam bentuk wahyu, akan tetapi wahyu tersebut bukanlah bagian dari ayat Alquran. Itulah yang bisa disebut juga dengan Hadits Ilahy atau Hadits Rabbany.
Yang dimaksud dengan Hadits Qudsy yaitu:
“Setiap Hadits yang Rasul menyandarkan perkataanya kepada Allah „Azza wa Jalla.”
 Pengertian lain yang semakna dengan pengertian diatas adalah “Sesuatu yang dikhabarkan Allah Ta‟ala kepada Nabinya dengan melalui Ilham atau impian yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.”
 Jumlah Hadits Qudsiy ini menurut syihab Al-Din ibn Hajar Al-Haitami dalam “kitab Syarah Arba‟in Al-Nawawiyah” tidak cukup banyak, yaitu berjumlah lebih dari seratus hadits.
 Hadits Qudsiy ini biasanya bercirikan sebagai berikut:
a.                        Ada redaksi hadits qola/yaqulu Allahu.
b.                       Ada redaksi fi ma rowa/yarwihi ‘anillahi tabaroka wa ta’ala.
c.                        Dengan redaksi lain yang semakna dengan redaksi diatas, setelah selesai penyebutan rawi yang menjadi sumber pertamanya yakni sahabat. Bila tidak ada tanda tanda demikian, biasanya termasuk ahadits nabawi
Dari abi dzar, dari Nabi SAW, Allah SAW berfirman : “Wahai hamba hambaku, sungguh aku mengharamkan kedzaliman kepadaku,(oleh karena itu) aku menjadikanya diantara kamu sekalian hal hal yang diharamkan, maka dari itu janganlah kalian pada berbuat dzalim...”(HR Muslim).
 Perbedaan Hadits Qudsiy dengan Alquran:
a.                        Semua lafadz Alquran adalah mutawatir, terjaga dari perubahan dan penggantian karena ia mukjizat, sedang Hadits Qudsy tidak demikian.
b.                       Ada larangan periwayatan Alquran dengan makna, sementara hadits tidak.
c.                        Ketentuan hukum bagi Alquran tidak berlaku bagi hadits Qudsiy, seperti larangan membacanya bagi orang yang sedang berhadats, baik kecil maupun besar.
d.                       Dinilai ibadah bagi yang membaca Alquran sementara pada hadits Qudsiy tidak demikian.
e.                        Alquran bisa dibaca untuk sholat sementara hadits Qudsiy tidak berlaku demikian.
f.                        Proses pewahyuan ayat ayat Alquran dengan Makna dan lafadz yang jelas jelas dari Allah, sedangkan hadits Qudsiy maknanya dari Allah sementara lafadznya dari nabi sendiri.    

Sumber:


Hassan, A. (2007). Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: cv penerbit diponegoro.
Nuruddin. (1994). Ulum AAl- Hadits 2. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suparta, M. (2011). Ilmu Hadis. Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
terima kasih untuk semua teman-teman yang sudah berpartisipasi atas terciptanya blog ini. mudah-mudahan blog ini bisa bermanfa'at. Amin