Minggu, 12 Januari 2014

PEMBUKUAN HADITS SECARA UMUM

A.                     Lahirnya Mushthalah Al-hadits
Allah swt. menurunkan kitab-Nya yang penuh dengan hikmah itu sebagai hidayah dan penerang jalan kebahagiaan dan keselamatan bagi manusia di dunia dan di akhirat. Di jadikannya mu’jizat yang abadi bagi Rasul-Nya Muhammad Saw. untuk mengajak manusia kepada jalan yang benar. Kemudian diberinya sunnah yang merupakan rincian dan penjelasan dari kitab itu. Allah swt. berfirman dalam Alquran surat al-Nahl (16:44) yang artinya “Dan Kami turunkan kepadamu Alquran, agar kami menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
Dari ayat diatas menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. bertugas menjelaskan Alquran kepada umatnya; atau dengan kata lain kedudukan hadits dalam Alquran adalah sebagai penjelas. Penjelasan termaksud tidak hanya terbatas pada penafsiran, melainkan mencakup banyak aspek dan hal inilah yang menjadikan pengamalan sebagian besar Alquran akan senantiasa membutuhkan sunnah.

Beberapa hadits matawatir mengisyaratkan tentang kewajiban mengambil petunjuk beliau dengan segala urusan, baik urusan kecil maupun urusan besar, mulia atau hina, dengan hati yang rela atau enggan, menguntungkan atau merugikan. Bahkan Nabi Saw. menekankan agar berpegang kepada hadits beliau dalam kondisi arus budaya dan tradisi masyarakat yang telah menyimpang. Beliau menghimbau umat ini untuk mengikuti sunnahnya, karena mngikuti sunnahnya dalam kondisi yang demikian akan lipat gandakan pahalanya.
Para sahabat dibawah pimpinan Khulafa al-Rasyidin tahu persis bahwa mereka tampil untuk memberi petunjuk bukan untuk minta bayaran. Mereka berjalan dimuka bumi ini untuk mengajar dan memberi tuntunan, bukan untuk berbuat bid’ah dan dzalim. Para sahabat yang berhasil menaklukkan wilayah-wilayah tertentu menetap disana secara terpisah untuk menyebarkan ilmu dan menyampaikan hadits. Para khalifahjuga menegaskan beberapa tokoh sahabat untuk mengajarkan agama kepada umatnya. Dan mereka pada gilirannya sngat antusias untuk menerima siraman pengetahuan Islam.

B.                      Tahap-Tahap Perkembangan Ilmu Hadits
   Berdasarkan pengamatan sejarah kami temukan gagasan baru, betapa perlunya diadakan penelitian historis terhadap ilmu-ilmu hadits guna menjelaskan tahap-tahap perkembangannya hingga dewasa ini. Ketika Nabi Saw. wafat, maka para sahabatlah yang membawa panji-panji Islam. Kafilah ini berjalan mengawalinya demi menyelamatkan kemanusiaan dan menyampaikan segala sesuatu yang di ajarkan oleh Rasulullah Saw.
a.                        Faktor pendukung pemeliharaan hadits
Diantara faktor pendukung pemeliharaan hadits yang terpenting adalah sebagai berikut :
1)                       Kejernihan hati dan kuatnya daya hafal
2)                       Minat yang kuat terhadap agama
3)                       Kedudukan hadits dalam agama Islam
4)                       Nabi tahu bahwa para sahabat akan menjadi pengganti beliau dalam mengemban amanah dan menyampaikan risalah
5)                       Cara Nabi Saw menyampaikan hadits
6)                       Penulisan hadits.

b.                       Penulisan hadits melalui dua tahap, yaitu :
1)           Penghimpunan hadits dalam lembaran-lembaran untuk kepentingan para penulisnya secara pribadi. Tahap ini bermula ketika Rasul masih hidup dan atas izinnya.
2)           Penulisan hadits dengan tujuan untuk di jadikan sebagai referensi yang akan di edarkan kepada masyarakat umum. Tahap ini bermula pada abad kedua hijriah.
Sebenarnya penulisan hadits pada masa Rasulullah Saw. telah mencakup sejumlah besar hadits yang bila dikumpulkan akan menjadi sebuah kitab yang cukup tebal. Diantara tulisan hadits pada waktu itu adalah sebagai berikut :
1)                       al-Shahifah al-Shadiqah, ditulis oleh Abdullah bin Amr bin Ash. Ia berkata : “Saya hafal seribu buah kata mutiara dari Nabi Saw. Pada gilirannya shahifahitu berpindah tangan kepada seorang cucunya, yaitu Amr bin Syu’aib. Imam Ahmad dalam Musnad nya meriwayatkan sebagian besar isi shahifahini dalam bab Musnad melalui riwayat Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya.
2)                       Shahifah Ali bin Abi Thalib , berisi mengensi hadits-hadits tentang ketentuan hukum diat dan pembebasan tawanan.
3)                       Shahifah Sa’ad bin Ubadah, adalah seorang sahabat senior. Ibnu sa’ad berkata :kami temukan dalam kitab sa’ad bahwa Rasulullah Saw menjatuhkan hukuman berdasarkan sumpah dan seorang saksi.
c.                        Pembukuan ilmu hadits secara terpisah
Tahap ini berlangsung sejak abad ketiga samapai pertengahan abad keempat hijriah. Tahap ini di tandai dengan inisiatif para ulama untuk membukukan hadits Rasul secara khusus. Untuk itu mereka susun kitab-kitab musnad untuk menghimpun hadits Rasul yang mereka kelompokkan berdasarkan nama-nama sahabat sehingga hadits-hadits yang di riwayatkan dari Abu bakar di kumpulkan dalam satu tempat dengan judul musnad Abu bakar, demikian pula hadits-hadits  Umar dan sebagainya.
d.                       Penyusunan kitab-kitab induk ulum alhadits dan penyebarannya
Diantara kitab-kitab tersebut adalah :
1)                       al-Muhaddits al-Fashil Baina al-Rawi wa al-Wa’i karya al-Qadhi Abu Muhammad al-Ramahurmuzi al-Hasan bin Abdirrahman bin Khallad.
2)                       al-Kifayah fi Ilmi al-Riwayah karya al-Khatib al-Baghdadi Abu Bakar bin Ahmad bin Ali.
3)                       al-Ilmu fi ‘Ulum al-Riwayat wa al-Sima karya Qadhi ‘Iyadh bin Musa al-Yashubi.
e.                        Kematangan dan kesempurnaan pembukuan Ulum al-Hadits
Tahap ini bermula pada abad ketujuh dan berakhir pada abad kesepuluh. Pelopor pembaharuan dalam pembukuan ilmu ini adalah al-Imam al-Muhadits al-Faqih al-Hafizh al-Ushuli Abu Amr Utsman bin ash-Salah dengan kitab Ulum al-Hadits nya yang sangat masyhur itu. Kitab tersebut mencakup keterangan-keterangan yang terdapat diberbagai kitab sebelumnya dan mencakup seluruh cabang ilmu hadits. Disamping itu, kitab tersebut memiliki sejumlah keistimewaan sebagai berikut :
a)         Kemampuannya menarik kesimpulan yang sangat baik terhadap pendapat dan kaidah yang dikemukakan oleh para ulama.
b)         Memberikan batasan terhadap definisi-definisi yang ada sambil menguraikannya, juga menjelaskan definisi-definisi yang belum pernah dijelaskan sebelumnya.
c)         Mengomentari pendapat para ulama berdasarkan hasil penelitian dan ijtihad penyusunnya.
Dan kitab-kitab lainnya yang sangat banyak jumlahnya dan sangat banyak yang berkiblat kepada kitab Ulum al-Hadits. Al-hafiz Ibnu Hajar berkata “begitu besar perhatian umat terhadapnya dan mengikuti langkahnya, sehingga tidak dapat dihitung berapa orang yang menadhamkannya, meringkasnya, melengkapinya menguranginya, menentangnya, dan yang membelanya.
f.                        Masa kebekuan dan kejumudan
Pada tahap ini ijtihad dalam masalah ilmu hadits dan penyusunan kitabnya nyaris berhenti total. Tahap ini ditandai dengan lahirnya sejumlah kitab hadits yang ringkas dan praktis, baik dalam bentuk syair maupun prosa. Dan para penulis sibuk dengan kritikan-kritikan terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam kitab yang telah ada tanpa ikut menyelami inti permasalhannya, baik melalui penelitian maupun melalui ijtihad.
Akan tetapi, pada akhirnya data bahwa bagaimana pun kondisi penulisan kitab hadits pada periode ini, para ulama tidak pernah mengabaikan pembahasan sanad dan membedakan hadits shahih dan hasan dari yang lainnya serta untuk memberantas kedustaan dan hal-hal lain yang hina dari hadits dengan penuh kesungguhan. Hal ini perlu disyukuri.
C.                     Pembukuan Hadits Secara Umum
1. Masa Penyebaran Hadits
Rasulullah hidup di tengah-tengah masyarakat dansahabatnya. Mereka bergaul secara bebas dan mudah,tidak ada peraturan atau larangan yang memepersulit parasahabat untuk bergaul dengan beliau. Segala perbuatan,ucapan, dan sifat Nabi bisa menjadi contoh yang nyatadalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada masatersebut. Masyarakat menjadikan nabi sebagai panutandan pedoman dalam kehidupan mereka. Jika adapermasalahan baik dalam Ibadah maupun dalam kehidupanduniawi, maka mereka akan bisa langsung bertanya padaNabi.Kabilah-kabilah yang tinggal jauh di luar kota Madinah punjuga selalu berkonsultasi pada Nabi dalam segalapermasalahan mereka. Adakalanya mereka mengirimanggota mereka untuk pergi mendatangi Nabi danmempelajari hukum- hukum syari'at agama. Dan ketikamereka kembali ke kabilahnya, mereka segeramenceritakan pelajaran (hadits Nabi) yang baru merekaterima.
Selain itu, para pedagang dari kota Madinah juga sangatberperan dalam penyebaran hadits. Setiap mereka pergiberdagang, sekaligus juga berdakwah untuk membagikanpengetahuan yang mereka peroleh dari Nabi kepada orang-orang yang mereka temui.Pada saat itu, penyebarluasan hadits sangat cepat. Haltersebut berdasar perintah Rasulullah pada para sahabatuntuk menyebarkan apapun yang mereka ketahui daribeliau. Karena boleh jadi, banyak orang yang menerima hadits
(dari kamu) lebih memahami dari pada (kamu sendiri) yang mendengar (langsung dariku).  Perintah tersebut membawa pengaruh yang sangat baikuntuk menyebarkan hadits. Karena secara bertahap,seluruh masyarakat muslim baik yang berada di Madinahmaupun yang di luar Madinah akan segera mengetahuihukum–hukum agama yang telah diajarkan oleh Rasulullah.Meskipun sebagian dari mereka tidak memperolehlangsung dari Rasulullah, mereka akan memperoleh darisaudara–saudara mereka yang mendengar langsung dariRasulullah. Metode penyebaran hadits tersebut berlanjutsampai Haji Wada’ dan wafatnya Rasulullah.
Faktor-faktor yang mendukung percepatan penyebaranhadits di masa Rasulullah :
a.                   Rasulullah sendiri rajin menyampaikan dakwahnya.
b.                   Karakter ajaran Islam sebagai ajaran baru telahmembangkitkan semangat orang di lingkungannya untukselalu mempertanyakan kandungan ajaran agama ini,selanjutnya secara otomatis tersebar ke orang lain secaraberkesinambungan.
c.                   Peranan istri Rasulullah amat besar dalam penyiaranIslam, hadits termasuk di dalamnya.
2. Penulisan Hadits dan Pelarangannya
Penyebaran hadits-hadits pada masa Rasulullah hanyadisebarkan lewat mulut ke mulut (secara lisan). Hal inibukan hanya dikarenakan banyak sahabat yang tidak bisamenulis hadits, tetapi juga karena Nabi melarang untukmenulis hadits. Beliau khawatir hadits akan bercampurdengan ayat-ayat Alquran.Menurut al-Baghdadi (w. 483 H), ada tiga buah haditsyang melarang penulisan hadits, yang masing-masingdiriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri, Abu Hurairah, dan Zaid bin Tsabit. Namun yan dapat dipertanggungjawabkanotentisitasnya hanya hadits Abu Sa’id al-Khudri yangberbunyi,
“Janganlah kamu sekalian menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an . Barangsiapa yang menulis dariku selain Alquranmaka hendaklah ia menghapusnya. Riwayatkanlah dari saya.Barangsiapa yang sengaja berbohong atas nama saya makabersiaplah (pada) tempatnya di neraka ” (HR. Muslim).
Disini Nabi melarang para sahabat menulis hadits, tetapicukup dengan menghafalnya. Beliau membolehkanmeriwayatkan hadits dengan disertai ancaman bagi orangyang berbuat bohong. Dan hadits tersebut merupakansatu satunya hadits yang shahih tentang larangan menulishadits. Menurut Dr. Muhammad Alawi al-Maliki, meskipunbanyak hadits dan atsar yang semakna dengan haditslarangan tersebut, semua hadits itu tidak lepas dari cacatyang menjadi pembicaraan di kalangan para ahli hadits.
Adapun faktor-faktor utama dan terpenting yangmenyebabkan Rasulullah melarang penulisan danpembukuan hadits adalah :
a.                   Khawatir terjadi kekaburan antara ayat-ayat al-Qur’andan hadits Rasul bagi orang-orang yang baru masuk Islam.
b.                   Takut berpegangan atau cenderung menulis haditstanpa diucapkan atau ditela’ah
c.                   Khawatir orang-orang awam berpedoman pada haditssaja.
Nabi telah mengeluarkan izin menulis hadits secara khusussetelah peristiwa fathu Makkah. Itupun hanya kepadasebagian sahabat yang sudah terpercaya. Dalam haditsyang diriwayatkan Abu Hurairah disebutkan, bahwa ketikaRasulullah membuka kota Makkah, beliau berpidato didepan orang banyak dan ketika itu ada seorang lelaki dariYaman bernama Abu Syah meminta agar dituliskan isipidato tersebut untuknya. Kemudian Nabi memerintahkansahabat agar menuliskan untuk Abu Syah.
“Wahai Rasulullah. Tuliskanlah untukku. Nabi bersabda(pada sahabat yang lain), tuliskanlah untuknya.
3.  Hadits pada Periode Kedua (Masa Khulafa’ al-Rasyidin)
1. Masa Pemerintahan Abu Bakar dan Umar ibn Khattab
Setelah Rasulullah wafat, banyak sahabat yang berpindahke kota-kota di luar Madinah. Sehingga memudahkanuntuk percepatan penyebaran hadits. Namun, dengansemakin mudahnya para sahabat meriwayatkan hadits dirasacukup membahayakan bagi otentisitas hadits tersebut.Maka Khalifah Abu Bakar menerapkan peraturan yangmembatasi periwayatan hadits. Begitu juga denganKhalifah Umar ibn al-Khattab. Dengan demikian periodetersebut disebut dengan Masa Pembatasan Periwayatan Hadits Pembatasan tersebut dimaksudkan agar tidak banyak darisahabat yang mempermudah penggunaan nama Rasulullahdalam berbagai urusan, meskipun jujur dan dalampermasalahan yang umum. Namun pembatasan tersebuttidak berarti bahwa kedua khalifah tersebut anti-periwayatan, hanya saja beliau sangat selektif terhadapperiwayatan hadits. Segala periwayatan yangmengatasnamakan Rasulullah harus dengan mendatangkansaksi, seperti dalam permasalahan tentang waris yangdiriwayatkan oleh Imam Malik.
Abu Hurairah, sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits, pernah ditanya oleh Abu Salamah, apakah ia banyakmeriwayatkan hadits di masa Umar, lalu menjawab,"Sekiranya aku meriwayatkan hadits di masa Umar sepertiaku meriwayatkannya kepadamu (memperbanyaknya),niscaya Umar akan mencambukku dengan cambuknya."  Riwayat Abu Hurairah tersebut menunjukkan ketegasan Khalifah Umar dalam menerapkan peraturan pembatasan riwayat hadits pada masa pemerintahannya. Namun di sisilain, Umar ibn Khattab bukanlah orang yang antiperiwayatan hadits. Umar mengutus para ulama untukmenyebarkan al-Qur'an dan hadits. Dalam sebuah riwayat,Umar berkata, "Saya tidak mengangkat penguasa daerahuntuk memaki orang, memukul, apalagi merampas hartakalian. Tetapi saya mengangkat mereka untuk mengajarkanal-Qur'an dan hadits kepada kamu semua."
2. Masa Pemerintahan Utsman ibn Affan dan Ali ibn AbiThalib
Secara umum, kebijakan pemerintahan Utsman ibn Affandan Ali ibn Abi Thalib tentang periwayatan tidak berbedadengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khlaifahsebelumnya. Namun, langkah yang diterapkan tidaklahsetegas langkah khalifah Umar ibn al-Khattab. Dalamsebuah kesempatan, Utsman meminta para sahabat agartidak meriwayatkan hadits yang tidak mereka dengar pada zaman Abu Bakar dan Umar. Namun pada dasarnya,periwayatan Hadits pada masa pemerintahan ini lebihbanyak daripada pemerintahn sebelumnya. Sehingga masaini disebut dengan.Keleluasaan periwayatan hadits tersebut juga disebabkanoleh karakteristik pribadi Utsman yang lebih lunak jikadibandingkan dengan Umar Selain itu, wilayah kekuasaanIslam yang semakin luas juga menyulitkan pemerintahuntuk mengontrol pembatasan riwayat secara maksimal.
Sedangkan pada masa Ali ibn Abi Thalib, situasipemerintahan Islam telah berbeda dengan masa-masasebelumnya. Masa itu merupakan masa krisis dan fitnahdalam masyarakat. Terjadinya peperangan antar beberapakelompok kepentingan politik juga mewarnai pemerintahanAli. Secara tidak langsung, hal itu membawa dampaknegatif dalam periwayatan hadits. Kepentingan politiktelah mendorong pihak-pihak tertentu melakukanpemalsuan hadits. Dengan demikian, tidak seluruhperiwayat hadits dapat dipercaya riwayatnya.
3. Situasi Periwayatan Hadits
Dalam perkembangannya, periwayatan hadits yangdilakukan para sahabat berciri pada 2 tipologi periwayatan.
a.                   Dengan menggunakan lafal haduts asli, yaitu menurut lafal yang diterima dari Rasulullah.
b.                   Hanya maknanya saja. Karena mereka sulit menghafallafal redaksi hadits persis dengan yang disabdakan Nabi.Pada masa pembatasan periwayatan, para sahabat hanyameriwayatkan hadits jika ada permasalahan hukum yangmendesak. Mereka tidak meriwayatkan hadits setiap saat,seperti dalam khutbah. Sedangkan pada masapembanyakan periwayatan, banyak dari sahabat yangdengan sengaja menyebarkan hadits. Namun tetap dengandalil dan saksi yang kuat. Bahkan jika diperlukan, merekarela melakukan perjalanan jauh hanya untuk mencarikebenaran hadits yan diriwayatkannya.
4.  Hadits pada Periode Ketiga (Masa Sahabat Kecil -Tabi'in Besar)
1. Masa Penyebarluasan Hadits
Sesudah masa Khulafa' al-Rasyidin, timbullah usaha yanglebih sungguh untuk mencari dan meriwayatkan hadits.Bahkan tatacara periwayatan hadits pun sudah dibakukan.Pembakuan tatacara periwayatan hadits ini berkaitan eratdengan upaya ulama untuk menyelamatkan hadits dariusaha-usaha pemalsuan hadits. Kegiatan periwayatanhadits pada masa itu lebih luas dan banyak dibandingkandengan periwayatan pada periode Khulafa' al-Rasyidin.
Kalangan Tabi'in telah semakin banyak yang aktifmeriwayatkan hadits. Meskipun masih banyak periwayat hadits yang berhati-hatidalam meriwayatkan hadits, kehati-hatian pada masa itusudah bukan lagi menjadi ciri khas yang paling menonjol.Karena meskipun pembakuan tatacara periwayatan telahditetapkan, luasnya wilayah Islam dan kepentingangolongan memicu munculnya hadits-hadits palsu. Sejak timbul fitnah pada akhir masa Utsman r.a, umat Islamterpecah-pecah dan masing-masing lebih mengunggul kangolongannya. Pemalsuan hadits mencapai puncaknya padaperiode ketiga, yakni pada masa kekhalifahan Daulah Umayyah. Seorang ulama Syi'ah, Ibnu Abil Hadid menulis dalam kitabNahyu al-Balaghah,"Ketahuilah bahwa asal mulanya timbul hadits yangmengutamakan pribadi-pribadi (hadits palsu) adalah darigolongan Syi'ah sendiri. Perbuatan mereka itu ditandingioleh golongan Sunnah (Jumhur/Pemerintah) yang bodoh-bodoh. Mereka juga membuat hadits hadits untukmengimbangi hadits golongan Syi'ah itu"Karena banyaknya hadits palsu yang beredar di masyarakatdikeluarkan oleh golongan Syi'ah, Imam Malik menamaikota Iraq (pusat kaum Syi'ah) sebagai "Pabrik Hadits Palsu".
2. Tokoh-tokoh dalam Perkembangan Hadits
Pada masa awal perkembangan hadits, sahabat yang banyakmeriwayatkan hadits disebut dengan al-Muktsirun fi al-Hadits, mereka adalah:
a.                   Abu Hurairah meriwayatkan 5374 atau 5364 hadits
b.                   Abdullah ibn Umar meriwayatkan 2630 hadits
c.                   Anas ibn Malik meriwayatkan 2276 atau 2236 hadits
d.                  Aisyah (isteri Nabi) meriwayatkan 2210 hadits
e.                   Abdullah ibn Abbas meriwayatkan 1660 hadits
f.                    Jabir ibn Abdillah meriwayatkan 1540 hadits
g.                   Abu Sa'id al-Khudry meriwayatkan 1170 hadits.
Sedangkan dari kalangan Tabi'in, tokoh-tokoh dalamperiwayatan hadits sangat banyak sekali, mengingatbanyaknya periwayatan pada masa tersebut, di antaranya :
a.                        Madinah
-   Abu Bakar ibn Abdu Rahman ibn al-Harits ibn Hisyam
-   Salim ibn Abdullah ibn Umar
-   Sulaiman ibn Yassar
b.                       Makkah
-   Ikrimah
-   Muhammad ibn Muslim
-   Abu Zubayr
c.                        Kufah
-   Ibrahim an-Nakha'i
-   Alqamah
d.                       Bashrah
-   Muhammad ibn Sirin
-   Qotadah
e.                        Syam
-   Umar ibn Abdu al-Aziz (yang kemudian menjadi khalifah
-   dan memelopori kodifikasi hadits)
f.                        Mesir
-   -Yazid ibn Habib
g.                       Yaman
-   Thaus ibn Kaisan al-Yamani


sumber:


ITR, D. N. (1997). Ulum al-Hadits. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ahmad dan Mudzakir. 2000. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia
Ash-Shiddiqy, Hasby. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.
Hasby, Ashiddiqy, TM 1988. Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang
Qadir Hasan, Ilmu Musthalah Hadits, Bandung: Dipenegoro, 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
terima kasih untuk semua teman-teman yang sudah berpartisipasi atas terciptanya blog ini. mudah-mudahan blog ini bisa bermanfa'at. Amin