Sabtu, 11 Januari 2014

Seperti Bedanya Satu Tumbuhan dengan Tumbuhan Lainnya Padahal Tanahnya Sama

Alkisah, ada dua orang saudara seayah dan seibu keturunan bani Israel, Meskipun mereka adalah saudara sekandung, namun tabiat mereka berbeda, seperti bedanya satu tumbuhan dengan tumbuhan yang lainnya padahal tanahnya sama atau seperti bedanya bunga-bungaan padahal tumbuh dari tangkai yang sama.
Yang satu bernama Yahudza. Dia adalah anak yang saleh dan taat kepada perintah-perintah Tuhannya. Dia menyadari kemapuan dirinya sebagai hamba Allah, selalu menjaga kemuliaan diri, lemah lembut, dan tidak terobsesi dengan gemerlapnya dunia.

Adapun saudaranya bernama Qutrus adalah anak yang ingkar dan kafir terhadap kenikmatan Allah Swt, tamak, kikir, dan bakhil, hatinya keras, dan perangainya kasar.
Mereka diasuh oleh ayahnya dalam keadaan yang berkecukupan. Hingga akhirnya sang ayah meninggal dunia, dan meninggalkan harta yang melimpah kepada keduannya. Harta itu dibagi sama rata kepada Yahudza dan Qutrus, namun keduanya mengelolanya sesuai denga tabiat dan kecenderungan mereka masing-masing.
Yahudza menafkahkan hartanya itu untuk kemaslahatan agama. Dia berkata,”Wahai Tuhan. Saya akan mengeluarkan hartaku untuk memndapatkan ridha-Mu. Saya akan gunakan semua hartaku itu untuk ketaatan kepada-Mu, mensyukuri nikmat-Mu dan mengharap surga-Mu.” Dia kemudian menginfakkan hartanya, memberikan kepada orang yang meminta-minta dan membutuhkan, membantu orang yang kesusahan, menggunakannya untuk kebajikan, membantu orang  yang kesusahan, menggunakannya untuk kebajikan, membantu orang yang kesulitan, hingga akhirnya hartanya tinggal sedikit dan hampir habis, namun dia tetap merasa senang, hatinya damai dan merasa cukup dengan harta yang tersisa.
Adapun Qutrus, setelah menerima harta warisan dari ayahnya, dia langsung menyimpannya dengan rapi dan mengusir setiap orang yang meminta bantuan kepadanya. Dia menutup mata terhadap kesusahan dan kekafiran yang menimpa orang-orang yang ada disekitarnya. Harta yang diperoleh, digunakan untuk membangun tembok yang megah, dan membuat taman yang luas dan indah. Setelah lama dirawat dengan baik, tamannya itu kelihatan indah; penuh dengan tetumbuhan yang rindang, berbuah lebat dan terasa sejuk. Tidak lama kemudian dia membuat kebun lagi disamping kebun pertamanya itu. Di antara dua kebun itu, terbentang jalan yang indah dan bagus. Dia juga membuat perairan yang memadai untuk keperluan kebunnya itu. Disepanjang pematangan air, tersapat pohon kurma yang  tertanam dengan rapi. Setiap orang yang melihat dua kebun ini akan tergakum-kagum dan serasa melihat surga jatuh ke bumi dan akan kekal selamanya. Bagaimana tidak, pohonnya rindang dan sering berbuah, airnya sejuk dan banyak bunga di sana sini. Setiao mata yang melihat akan terpana dan terpesona.
Allah melapangkan rezeki bagi Qutrus. Hartanya semakin berlimpah, kebunnya sering berbuah, anaknya semakin bertambah sehingga bisa membantu ayanya mencari tambahan rezeki dan nafkah.
Dalam kondisi yang berkecukupan seperti ini, seharusnya Qutrus merenungi keagungan penciptanya yang telah banyak memberinya anugrah. Seharusnya dia beriman, bertambah taat, dan bersyukur kepada Allah Swt. Namu kenikmatan yang melimpah seringkali menutupi mata hati seseorang. Dia terpesona dengan dunia yang didapat dan terjerembap dalam kelalaian dan kekufuran, hingga akhirnya dia nanti mendapat musibah yang tidak terduga-duga. Dan disaat itulah baru menyadari bahwa selama ini dia terlena dan lupa terhadap sang Pencipta. Begitulah kondiri Qutrus yang semakin sombong dengan kenikmatan yang melimpah.
Suatu hari, Yahudza yang mengendarai kuda bertemu dengan Qutrus. Melihat kondisi Yahudza yang miskin, Qutrus memandangnya rendah, dan berkata kepadanya,”Mana harta, perak, dan emasmu? Sungguh jau perbedaan antara kondisiku dan kondisimu. Kami miskin, hina, dan tidak punya banyak kawan. Sedangkan aku adalah orang kaya, seperti yang kamu lihat, berkecukupan, sejahtera, dan mulia. Saya punya banyak harta, rumah, dan para pembantu. Cobalah masuk ke surgaku, kamu akan melihat pepohonan yang rimbun, hijau dan sedap dipandang mata, air yang mengalir dan sejuk, buah-buhan ranum bergelantungan. Lihatlah buah yang ini, dia selalu berbuah tiap tahun. Kebun ini adalah harta terindah yang saya yakin tidak akan berakhir dan rusak. Adapun hari Kiamat yang kamu yakini akan terjadi, dan hari kebangkitan yang tidak lekas terjadi, saya tidak mempercayainya dan saya anggap sebagai pembicaraan yang tidak masuk akan. Kalaulah yang kamu katakan itu nanti benar-benar terjadi, maka saya yakin bahwa Allah akan memberi anugrah yang lebih baik kepadaku dari kebun milikku ini. Bila Allah telah membuatku kaya dan memberku anugrah tak terkira di dunia, maka tidak ada yang menghalangi-Nya untuk memberiku anugrah yang lebih baik besok si akhirat.”
Yahudza berkata kepada saudaranya itu, “Sungguh kamu telah kafir terhadap Allah, karena kamu mengingkari hari kebangkitan. Di hari itu kamu dibangkitkan dari kematian dan amalmu akan dihitung. Ketahuilah, Zat yang menciptakanmu mamou membangkitkan dari kematianmu.
Kamu mengganggap hina diriku karena saya orang miskin. Dan kamu membanggakan diri, sombong, takabur, dengan harta yang kamu miliki. Mungkin kamu heran bila saya berkata,”Sesungguhnya saya lebih kaya dari kamu. Kekayaan bukanlah diukur dengan harta. Kekayaan diukur dengan kadar kezuhudan seseorang terhadap kenikmatan dunia dan ketidaktergantungannya dengan kehidupan dunia. Janganlah kamu menilai seseorang dengan melihat harta yang dimilikinya. Kemuliaan itu menurutku adalah bila saya dianugrahi kecukupan dengan makanan yang cukup untuk menghilangkan rasa laparku, dianugrahkan kesehatan yang bisa membantuku untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dan dianugrahi rasa aman ketika berkumpul dengan para sahabat dan tidak ada pembatas antara diriku dan orang lain. Saya lebih suka merasa lapar kemudian memanjatkan doa kepada Allah supaya saya dianugrahi rezeki dan makanan yang cukup daripada saya kaya namun sombong dan angkuh dihadapan orang lain, jauh dari masyarakat karena mereka takut dengan kekuasaan yang saya miliki hingga akhirnya saya jauh dari kasih sayang serta keridhaan Allah Swt serta jauh dari agama dan syariat-Nya.”

Sumber: Akhlaqu Nabiy fii Shahih Bukhari wal Muslim - Abdul Mun'im - Kairo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
terima kasih untuk semua teman-teman yang sudah berpartisipasi atas terciptanya blog ini. mudah-mudahan blog ini bisa bermanfa'at. Amin