Jumat, 08 Maret 2013

Wanita, Aset Masa Depan Kehidupan Bangsa (Kedudukan Wanita Dalam Islam dan Dunia Pendidikan)



Zaman telah berubah, berubah pula pola pikir masyarakat secara umum, mana yang akan kita ikuti,  yang jelas harus didasari pada Al-Qur’an dan As-sunnah, jangan sampai terjebak pada buayan yang tak pasti, apalagi kita tak tahu apa yang kita ikuti.
Saat ini, wanita yang katanya ingin dihormati dan dihargai, bukannya membuat dirinya bernilai, tapi malah sebaliknya, perilaku mereka lah sendiri yang menunjukan betapa tidak berharganya mereka, kehormatan wanita dijatuhkan bahkan dipertontonkan diberbagai media masa, apakah itu tidak tragis?!
Pada zaman jahiliyyah, wanita dianggap sebagai malapetaka, terasing dan terhina, setelah Islam dating, wanita adalah sebuah berlian yang tak ternilai harganya, tak ada yang berani mencurinya. Tapi kenyataannya sekarang kita seakan kembali pada zaman jahiliyyah.

Kaitannya dengan pendidikan, seorang wanita adalah modal utama majunya dunia pendidikan, karena peran wanita disana sangatlah fital dan penting bila dibandingkan dengan dunia pekerjaan atau kantoran.
Mulialah seorang wanita yang memahami kodrat nya, mendidik adalah ahlinya, rumah adalah Istananya dan generasi muda adalah tentaranya, maka tak heran bila seorang guru konsultasi atau biasa kita sebut guru BK itu selalu perempuan




A.     Wanita Dalam Pandangan Masyarakat Arab Jahiliyyah


Sekarang kita akan membahas bagaimana keadaan wanita dalam pandangan masyarakat Arab sebelum Islam. Bagaimana cara mereka memperlakukan wanita, dan bagaimana posisi wanita dalam struktur masyarakat pada masa kini
Keadaan wanita dalam pandangan bangsa Arab sebelum Islam sangatlah hina dan rendah. Bahkan saking rendah dan hinanya, wanita pada masa itu diletakan pada derajat  yang tidak selayaknya bagi manusia. Semua hak mereka dihapus, dengan kepentingan hidup mereka sekalipun. Mereka tidak boleh menerima harta warisan, karena dalam stradisi mereka, orang yang berhak mendapat harta warisan  hanyalah mereka yang sanggup berperang dan mempu melindungi anak-anaknya. Wanita tidak mempunyai hak untuk menolak atau sekedar memberi saran dalam urusan pernikahannya. Segala urusannya diserahkan kepada walinya, bahkan seorang anak laki-laki berhak melarang janda ayahnya (yang tidak lain adalah ibunya) untuk menikah lagi, kecuali bila sang janda memberikan semua harta yang diterima dari suaminya kepada anak laki-lakinya itu. Seorang anak laki-laki juga bias berkata : “ akulah yang mewarisi janda ayahku sebagaimana aku mewarisi harta warisan lainnya dari ayahku.” Artinya anak laki-laki berhak menikahi janda ayahnya tanpa mahar atau menikahinya dengan laki-laki lain dengan syarat maharnya diserahkan kepada anak laki-laki tersebut. Dalam sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas disebutkan:” Jika seorang laki-laki tunggal mati ayah kandung atau ayah mertuanya, dialah yang lebih berhak atas istri mereka. Dia bias menjadikannya sebagai istri (tanpa mahar) atau menahannya (melarang menikah dengan laki-laki lain), kecuali setelah menebus dirinya dengan mahar (yang didapat dari suaminya) atau menahannya sampai janda itu mati, lalu anak laki-laki itulah yang berhak atas semua harta bendanya. (Jaami’ul Bayaan karya Ath-Thabari, juz IV, hlm. 307)
Seorang laki-laki dalam masyarakat Arab jahiliyyah boleh memiliki beberapa istri tanpa batas dan perceraian juga tidak asa nilainya. Ada 4 bentuk perkawinan yang berlaku pada masyarakat Arab jahiliyyah sebagaimana dijelaskan dalam shohih bukhori dan lainnya. Dari ummul mukminin,’Aisyah ra. Berkata:”Sesungguhnya perkawinan pada masa jahiliyyah ada empat bentuk. Pertama, perkawinan pada masa saat ini, yaitu seorang laki-laki dating kepada laki-laki lain untuk meminang seorang wanita yang ada di bawah perwaliannya atau anak perempuannya (sendiri). Selanjutnya laki-laki tersebut memberikan mahar kepada wanita yang dimaksud dan menikahinya. Kedua, seorang suami berkata kepada istrinya –setelah si istri suci dari haidnya-:”Pergilah ke tempat si fulan dan berhubungan intimlah dengannya!” selanjutnya, si suami tidak menggaulinya dan tidak menyentuh istrinya sampai benar-benar jelas bahwa kehamilan istrinya itu lantaran laki-laki yang menyetubuhinya tadi. Apabila si istri sudah positif hamil, suami bias menggaulinya kembali jika dia suka. Biasanya perkawinan seperti ini dilakukan untuk mendapatkan anak berbibit unggul (mulia, kuat dan gagah). Perkawinan semacam ini biasa disebut perkawinan istibdha’.
Bentuk perkawinan ketiga adalah sekelompok laki-laki yang jumlahnya dibawah sepuluh berkumpul, kemudian secara bergantian mereka melakukan persetubuhan dengan seorang wanita. Apabila wanita itu hamil dan melahirkan. Maka setelah lewat beberapa hari dari persalinannya, perempuan itu memanggil semua laki-laki yang telah menyetubuhinya, tanpa ada seorang pun dari mereka yang boleh menolak. Setelah mereka semua hadir, perempuan itu berkata:’kalian semua sudah tahu apa yang terjadi dan anak itu telah lahir, maka ia adalah anakmu, wahai fulan!’ perempuan itu menyebut nama laki-laki yang dia sukai dan dilakukanlah anak tersebut kepada laki-laki yang ditunjuknya tadi tanpa boleh menolaknya.
Bentuk ke empat adalah sekelompok laki-laki dalam jumlah besar berkumpul, kemudian mendatangi wanita yang tidak pernah menolak siapapun yang mendatanginya. Mereka adalah pelacur. Mereka biasanya memasang bendera dipintu kamarnya sebagai tanda. Siapapun yang ingin, ia dapat meniduri wanita-wanita itu. Jika salah satu diantara mereka hamil, lalu melahirkannya, mereka semua berkumpul, kemudian dipanggilah seorang dukun (ahli nasab). Selanjutnya, mereka menisbatkan  bayi itu kepada seorang laki-laki berdasarkan penglihatan si dukun dan bayi itu pun dianggao sebagai anaknya. Laki-laki itu tidak boleh menolaknya.
Riwayat ini, tanpa perlu penjelasan lagi, jelas menggambarkan betapa rendahnya akhlaq manusia pada masa jahiliyyah dan betapa perilaku mereka itu sama dengan binatang. Bentuk perkawinan yang mana seorang suami mengirim istrinya kepada orang lain agar mendapat anak berbibit unggul, adalah  tindakan yang sama persisi ketika ia mengirim ternaknya kepada penjantan jenis unggulan (untuk dikawinkan) agar menghasilkan keturunan yang berkualitas. Demikian juga halnya dengan bentuk pernikahan yang mana beberapa lelaki dibawah sepuluh orang mendatangi seorang wanita secara bersama-sama, kemudian mereka semuanya menyetubuhi wanita tersebut. Setelah melahirkan, wanita itu bebas memilih salah seorang dari mereka sebagai ayah dari anak yang dilahirkannya.
Disamping itu, seorang laki-laki Arab pada masa jahiliyyah bila diberi kabar bahwa istrinya telah melahirkan anak perempuan, seketika itu merah padamlah wajahnya karena menahan marah, sedih dan malu seakan sebuah malapetaka besar telah menimpanya. Al-qur’an telah menggambarkan tradisi bangsa Arab jahiliyyah yang amat buruk itu pada ayat berikut:

58. dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia sangat marah.
59. ia Menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah Dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?. ketahuilah, Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (an-nahl (16): 58-59)
Itulah tradisi masyarakat Arab jahiliyyah yang sangat sadis yakni mengubur anak perempuan hidup-hidup. Perilaku ini pantas disebut sebagai puncak kekerasan hati. Kasarnya perangai, dan puncak kekejaman, hal ini sebagaimana telah Allah swt. Singgung dalam ayatnya:

89. dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya).

Bangsa Arab jahiliyyah mempunyai alas an dan motivasi yang berbeda-beda dalam soal penguburan anak perempuan hidup-hidup. Ada yang melakukannya lantaran menjaga kehormatan dan khawatir bila sampai tertimpa iab, karena mereka adalah kaum yang gemar berperang dan melakukan penyerangan. Jika mereka tetap memelihara anak perempuan, hal itu sangat memungkinkan nantinya anak perempuan mereka akan menjadi tawanan musuh. Jika hal itu terjadi, berarti ayahnya telah tertimpa aib yang sangat memalukan. Bani tamim dan kandah merupakan kabilah yang paling terkenal melakukan penguburan anak perempuan hidup-hidup karena alas an takut ditimpa aib
Nah itu lah gejolak hidup seorang wanita pada jaman jahiliyyah yang saya kutip dari buku yang berjudul “Wanita Teladan” karya Mahmud Mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syilbi. Alangkah buruknya perlakuan terhadap wanita saat itu, tapi apakah anda merasakan bahwa di zaman sekarang pun ada yang seperti itu, tidak sedikit pula, akankah kita kembali ke zaman jahiliyyah? Atau kah kita tak merasakan lagi nikmat Islam dan Iman yang telah disampaikan oleh Rasulullah?
Wallahu ‘Alam

B.     Kedudukan Perempuan Dalam Islam


Kedudukan perempuan dalam pandangan Islam tidak sebaaimana diduga atau dipraktekan sementara masyarakat. Ajaran Islam pada hakikatnya memperikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan.
Muhammad Al-Ghazali, salah seorang ulama besar Islam kontemporer berkebangsaan mesir, menulis:”Kalau kita mengembalikan pandangan ke masa sebelum seribu tahun, maka kita akan menemukan perempuan menikmati keistimewaan dalam bidang materi dan social yang tidak dikenal oleh perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan mereka ketika itu lebih baik dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan barat dewasa ini,  asal saja kebebasan dalam berpakaian serta pergaulan tidak dijadikan bahan perbandingan.” (Muhammad Al-Ghazali, Al-Islam wa Al-Thaqat Al-Mu’attalat, kairo, Dar Al-Kutub Al-Hadistah, 1964, h. 138)
Almarhum Mahmud syaltut, mantan syaikh (pemimpin tertinggi) lembaga-lembaga Al-Azhar di mesir, menulis:”Tabiat kemanusiaan antara lelaki dan perempuan hampir dapat (dikatakan) sama. Allah telah menganugrahkan kepada perempuan sebagaimana menganugrahkan kepada lelaki. Kepada mereka berdua dianugrahkan Tuhan potensi dan kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab dan yang menjadikan kedua jenis kelamin ini dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum maupun khusus. Karena itu, hokum-hukum syari’at pun meletakan keduanya dalam satu kerangka. Yang ini (lelaki) menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum, menuntut dan menyaksikan, dan yang itu (perempuan) juga demikian, dapat menjuan dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum serta menuntut dan menyaksikan” (Mahmud Syaltut, Prof. Dr., Min Taujihat Al-Islam, Kairo, Al-Idarat Al-‘Amat lil Azhar, 1959, h.193)
Banyak factor yang telah mengubur keistimewaan serta memerosot kedudukan tersebut. Salah satu diantaranya adalah kedangkalah pengetahuan keagamaan, sehingga tidak jarang agama (Islam) diatasnamakan untuk pandangan dan tujuan yang tidak dibenarkan itu

C.     Kaitan Erat Antara Wanita dan Pendidikan


Setelah kita tahu tentang keistimewaan dan kedudukan wanita dalam Islam, patutnya kita mengetahui peran utama seorang wanita, menurut perpektif penulis, wanita atau perempuan itu berkaitan erat dengan kependidikan, kenapa tidak, sejak kita lahir pun sampai saat ini kita diberi pendidikan, tata karma, dan lain sebagainya, itu oleh seorang perempuan, bahkan ada sebuah cerita seperti ini. Ketika kita – seorang berilmu- akan mengajarkan ilmunya, ajakanlah lebih dulu kepada anak perempuan, karena ketika kita mengajarkan sesuatu kepada anak perempuan sama saja kita sudah mengajarkan sesuatu ke banyak orang, realitanya, si perempuan itu akan terus membagikan ilmu yang telah ia dapat kesemua orang yang dikenalnya.
Sifat lembut seorang Ibu – perempuan  - memberikan makna terdalam tentang suatu hal, jika kemajuan sebuah Negara diukur berdasarkan kualitas pendidikannya, dan jika sifat alamiah seorang perempuan dapat menjadi seorang pendidik yang propesional, maka Aset kemajuan sebuah Negara adalah Pengabdian seorang perempuan yang berkecimpung di dunia pendidikan.
Rahmatillah Rasyidin, M.Pd Penulis, Tenaga Pendidik pada Madrasah darul Ulum Jambo Tape berpendapat tentang peran seorang perempuan di dunia kependidikan “Untuk mempersiapkan anak menjadi orang yang bisa merubah dunia, sangat diperlukan talenta seorang ibu, karena ibu (wanita) adalah pendidik pertama dalam rumah tangga dan di tangan ibu-lah anak-anak akan terbentuk ke arah yang baik. Membentuk anak-anak menjadi putra-putri yang cerdas, peran seorang ibu atau wanita sangat perlu diperhitungkan.
Syauki mengatakan, ibu ibarat “madrasah”, jika engkau persiapkan maka sesungguhnya anda sedang mempersiapkan bangsa yang besar. Pendidikan dalam rumah tangga yang dimotori oleh seorang ibu bukan pekerjaan sampingan atau sekedar pelengkap dari kegiatan-kegiatan yang lain, tapi peran dan didikan yang diberikan kepada mereka harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Tanpa seorang wanita (ibu) laki-laki (suami) tidak bisa berbuat banyak untuk membentuk kepribadian seorang anak.
Pemberi Rasa Aman
Rasulullah saw, mempunyai seorang ibu yang dibanggakannya sehingga beliau terbentuk menjadi manusia yang bisa mereformasi dunia ini. Ibunda Rasulullah dari namanya saja kita bisa berkesimpulan bahwa, “Aminah” yang berarti pemberi rasa aman untuk Muhammad, telah menjadikan muhammad bisa tumbuh dewasa dengan kepercayaan diri yang luar biasa. Aminah, ibunda beliau sebagai seorang ibu telah memberikan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan psikis anaknya. Sebagai seorang ibu yang baik beliau telah mampu menciptakan situasi yang aman bagi putranya untuk terbentuk menjadi manusia yang diperhitungkan dalam berbagai hal.
Oleh karena itu, peran wanita sebagai seorang pendidik dalam rumah tangga dan masyarakat, diharapkan dapat membantu anak apabila mereka menemui kesulitan-kesulitan. Perasaan aman anak yang diperoleh dari rumah akan terbawa sera jika anak-anak beraktifitas di luar rumah atau dalam lingkungan masyarakat, artinya anak akan tidak mudah cemas dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul di lingkungan permainannya.
Rumah tangga yang dibangun dengan kekerasan dan jauh dari suasana aman dan kasih sayang, justru akan membentuk pribadi anak-anak yang keras dan pembangkang. Apalagi kalau kondisi rumah tangga yang tidak kondusif antara ayah dan ibunya, pertengkaran dan ketidakharmonisan rumah tangga akan menyeret anak-anak ke lembah kehancuran.
Karena itu, seorang ibu disamping mitra dengan suaminya dalam keluarga juga harus mampu menciptakan hubungan yang baik dengan anaknya. Ibu harus bisa menjadikan dirinya sebagai teman sekaligus tempat anak-anak menyampaikan keluhan atau problem yang dihadapinya. Masalah-masalah yang disampaikan anak-anaknya harus disikapi dengan kasih dan sayang.
Kasih sayang yang diberikan ibu terhadap anaknya akan menimbulkan berbagai perasaan yang dapat menunjang prilaku dengan orang lain ketika si anak berada di luar rumah. Cinta kasih yang diberikan ibu pada anak akan menjadi tolok ukur bagaimana sikap anak terhadap orang lain. Seorang ibu yang tidak mampu memberikan cinta kasih pada anak-anaknya akan menciptakan karakter anak yang tidak baik.
Dari apa yang dikemukakan di atas jelaslah bahwa kunci keberhasilan seorang anak dalam kehidupannya sangat bergantung pada didikan dan teladan seorang ibu. Sikap ibu yang penuh kasih sayang, akan memberikan kesempatan pada anak untuk memperkaya pengalaman, menghargai dan dapat menjadi teladan yang positif bagi anaknya”
Dari ungkapan diatas lebih pada pendidikan kepada seorang anak, seperti halnya seorang Ibu, ia akan memperlakukan anaknya seperti yang diatas dijelaskan. Konkritnya, jika seorang Guru dan siswanya, selayaknya seorang Ibu dan anaknya, maka sama pula perilakuannya terhadap siswa tersebut seperti seorang anak tadi.
Peran perempuan disini sangat mendalam, dimana siswa atau anak remaja adalah asset berharga kemajuan bangsa yang dimana jika kita tak mampu mendidiknya dengan baik. Apa jadinya Negara kita ini?
Tentu pendidikan yang akan diberikan seorang Ibu –perempuan- kepada anak-anaknya akan berpengaruh besar terhadap kemajuan sebuah Negara.













   Kesimpulan


Tema yang diangkat disini adalah tentang keistimewaan wanita, dan saya mengangkat judul tentang peran wanita dalam kependidikan guna membangun Negara ini menjadi Negara yang lebih baik lagi yang memiliki para generasi terdidik, yang pada nantinya akan siap menantang zaman, dan tentunya hal ini dilatar belakangi oleh peranan seorang wanita dalam dunia kependidikan.
Sungguh mulia pengorbanan itu jika kamu tahu banyak bagaimana pendidikan seorang Ibu terhadap orang-orang seperti kamu, dan apa jadinya Negara ini, dunia ini, tanpa kasih lembut seorang Ibu, dan tentunya patut kita syukuri tiada lain hanya Allah lah yang telah memberikan kenikmatan dan kebahagiaan telah diberikan  sepasang “bidadari” yaitu orang tua kita yang senantiasa membimbing dan mendidik agar kita menjadi anak yang baik.

  Penutup


Melebur seperti angin
Berdiri tegak bak menara
Jenguk sang mentari
Terkapar di belabuhan

Bukanlah dirimu seorang pujangga
Bukan pula pegawai tua

Terbit sambut gembira
Hilang selimuti rindu

Daftar Pustaka

 

Al-Fauzan, S. S. (2010). Untukmu wahai muslimah. Jakarta: Pustaka Imam Ahmad.
Al-Istambuli, M. M. (2005). Wanita teladan. Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Rahmatillah Rasyidin, M. (2012, maret 5). Gema Baiturrahman. Retrieved Maret 8, 2013, from Gema Baiturrahman: http://www.gemabaiturrahman.com/2012/05/peran-perempuan-dalam-pendidikan.html
Shihab, D. M. (2004). membumikan Al-Qur'an. Bandung: Mizan Pustaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
terima kasih untuk semua teman-teman yang sudah berpartisipasi atas terciptanya blog ini. mudah-mudahan blog ini bisa bermanfa'at. Amin