Kamis, 14 Maret 2013

Cinta dan Pengabdian (part 8)



Setelah kita membahas permasalahan tenaga kependidikan, saya ingin bercerita tentang “Guru-Guru Luar Biasa”-judul dari cerita- yang saya ambil dari sebuah buku catatan para pengajar muda Indonesia yang mengabdi untuk bangsa ini
“Saya mau mencari ikan dulu, ya!” ucapnya seorang guru kepada saya seusai sekolah. Bukan mencari ikan di pasar, kemudian dibelinya, melainkan pergi ke pantai berbatu setiap siang sampai sore hari mengail ikan. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lauk-pauk sehari-hari, untuk makan pada pagi, siang, dan malam. Untuk apa bersusah payah mencari ikan?

Guru muda ini sudah memiliki keluarga, yakni istri dan seorang anak yang tinggal jauh darinya, di pulau dan kebupaten yang berbeda. Penghasilannya dihemat agar uang yang didapatkannya dapat dikirim kepada istrinya di rumah. Sebagian disisihkan untuk ditabung guna bersekolah anaknya kelak. Ia sukarela bersusah payah pada siang hari di bawah terik matahari mencari seekor ikan di pesisir Pulau Matutuang dan pada pagi hari mengajar di sekolah. Luar biasa.
Luar biasa juga cerita seorang ibu berumur 60 tahun yang dengan ikhlas menjadi pengajar sukarelawan. Meskipun telah pengsiun, ia tetap ingin mengabdi karena beliau mengerti bagaimana kondisi sekolah yang kekurangan pendidik. Tempat tinggal beliau sebenarnya ada di pulau yang jauhnya lima sampai enam jam menggunakan pumpboat, di Pulau Tinakareng, daerah yang lebih dekat dengan kota kabupaten. Namun, beliau rela tinggal di pulau yang lebih terpencil untuk mengajar. Padahal, beliau sudah mendapat hidup tentram di daerah asalnya bersama seluarga. Bahkan, ada sekolah swasta di tempat asalnya yang menawarinya mengajar dan menjanjikan kompensasi yang bagus. Namun, Ibu tidak mau dan rela tinggal di Pulau Matutuang.
Siapa bilang bahwa tidak ada gutu yang luar biasa di daerah? Mereka membuktikan bahwa pengorbanan menjadi pengajar di pulau yang kekurangan guru merupakan sebuah perjuangan untuk memajukan generasi penerus bangsa, tidak peduali, asal usuk, agama, dan ekonomi anak didiknya seperti apa, tanpa peduli berapa besar yang didapatkan. Hal yang terpenting bagi mereka adalah menjadi pendidik bagi mereka membutuhkan untuk tempat-tempat  yang kekurangan pengajar.
Keinginan tersebut terpatri dalam hati mereka kuat-kuat, “PADAMU NEGERI!” sang Ibu selalu bilang, apapun risikonya oa tempuh demi pulai kecil dan anak-anaknya yang polos dan damai ini. Ternyata, banyak pahlawan “tak bernama” yang mau berkorban demi nusa bangsa. Semoga Allah memberikan yang terbaik bagi mereka. (dkk, 2012, hal. 24)
Cerita ini ditulis oleh Yuri Alfa Centauri, pengajar muda kabupaten kepulauan sangihe, sulawesi utara

2 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
terima kasih untuk semua teman-teman yang sudah berpartisipasi atas terciptanya blog ini. mudah-mudahan blog ini bisa bermanfa'at. Amin